DEFIBRILATOR

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi
Defibrilasi merupakan suatu bentuk penatalaksanaan segera dalam keadaan mengancam jiwa yang disebabkan karena suatu aritmia yang tidak pernah dialami oleh pasien sebelumnya misalnya seperti fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardi. Defibrilasi listrik merupakan intervensi penting dalam penatalaksanaan henti jantung yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel (Ventricular Fibrillation/VF) atau takikardi ventrikel tanpa denyut nadi (Ventricular Tachycardia/VT). Banyak bukti ilmiah yang mendukung pentingnya defibrilasi segera, kejut pertama yang dilakukan terhadap penderita merupakan satu-satunya penentu penting keberhasilan tindakan defibrilasi. Setiap 1 menit keterlambatan tindakan defibrilasi menurunkan angka keberhasilan sebesar 7-10%  1-3.

2.2              Tipe Defibrilator
Terdapat berbagai tipe defibrilator, antara lain 1:
1.    Automated External Defibrillators (AED)
a.       Dalam penggunaannya tidak diperlukan tenaga medis yang terlatih
b.      Dapat ditemukan di tempat-tempat umum
c.       Mampu menganalisa ritme jantung dan melakukan terapi syok bila diperlukan
d.      Tidak dapat di nonaktifkan secara manual dan dapat mendeteksi suatu aritmia setelah 10-20 detik
2.    Semi automated AED
a.       Mirip seperti halnya AED namun dapat dinonaktifkan secara manual dan biasanya mampu menggambarkan EKG
b.      Biasanya digunakan oleh tenaga medis
c.       Dapat menjadi alat pacu jantung
3.    Defibrilator standar dengan monitor baik monofasik maupun bifasik
4.    Defibrilator transvena atau implan

2.3              Perbedaan Monofasik dan Bifasik Defibrilator 1
a.    Pada sistem monofasik hanya terdapat aliran listrik searah.
b.    Pada sistem bifasik aliran listrik berjalan dari kutub positif dan berputar kembali; hal ini berlangsung beberapa kali.
c.    Sistem bifasik memberikan satu siklus setiap 10 milidetik.
d.   Sistem bifasik mengakibatkan luka bakar dan kerusakan miokardial yang lebih kecil dibandingkan sitem monofasik.
e.    Rata-rata keberhasilan pada terapi kejut listrik pertama sistem monofasik sebesar 60% dimana pada sistem bifasik meningkat hingga 90%.



2.4              Sistem Konduksi dan Kelistrikan Jantung 4
Sistem kelistrikan bersumber dan dimulai dari nodus sinoatrial (NSA) yang terletak diantara pertemuan di antara vena cava superior dan atrium kanan. Sinyal listrik kemudian disebarkan ke seluruh atrium melalui nodus interatrial (anterior, media dan posterior) dan ke atrium kiri melalui bundle dari Bachman. Diantara atrium dan ventrikel pada sulcus atrioventrikuler terdapat suatu struktur jaringan ikat (cardiac skeleton) yang berfungsi sebagai tempat melekatnya katup jantung. Secara elektris komponen ini bersifat sebagai penyekat (insulator) sehingga sinyal listrik tadi tidak dapat lewat ke ventrikel kecuali melalui nodus atrioventrikular (NAV). NAV terletak di atrium kanan pada bagian bawah septum interatrial. Saat memasuki NAV impuls mengalami perlambatan yang tergambar sebagai interval PR pada EKG permukaan. Selanjutnya impuls masuk ke bundle his yang merupakan bagian pangkal (proksimal) dari sistem his-purkinje yang bersifat menghantarkan listrik dengan sangat cepat kemudian sinyal listrik ini diteruskan ke berkas cabang kanan dan kiri dan berakhir pada serabut Purkinje dan miokard untuk membuat otot jantung berkontraksi.
NSA merupakan pembangkit listrik alamiah yang dominan (automatisasi dengan laju yang paling cepat) sehingga mengendalikan seluruh pacuan. Bagian lain dari jantung terutama jaringan konduksi, pada dasarnya juga mampu membangkitkan impuls listrik. Bila NSA tidak dapat membangkitkan impuls karena satu dan lain hal maka diambil alih oleh bagian lain seperti atrium, NAV atau bundle his. Demikian pula bila terjadi blok atrioventrikel (keadaan bila impuls dari NSA tidak dapat diteruskan ke ventrikel) maka NAV atau bundle his akan menjadi pembangkit listrik cadangan tentu dengan laju yang lebih lambat dari NSA.

2.5       Prinsip Defibrilasi
Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat (beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding dada atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan ber-repolarisasi secara spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas kontraksi kembali 1,5



2.6       Indikasi Penggunaan Defibrilasi
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada:
-   Ventrikel fibrilasi (VF)
-   Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)
Description: ventricular%20fibrillation
Gambar 1. Ventricular Fibrilation
Description: 1903b
Gambar 2. Ventricular Tachycardia
Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse, penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi. kardiopulmonari (RKP). Peran aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan VF dan VT, untuk bertahan terbukti meningkat. 2

2.7       Faktor-Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Defibrilasi
Lamanya kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokard dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik, hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan aktivitas kontraksi jantung. Besarnya jantung, makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk defibrilasi.
Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. 2
Letak pedal hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyebaran arus listrik kesemua arah jantung. Posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah klavikula. Pedal apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari peletakan padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace maker secara temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi harus dicek ambang pacing dan sensibilitasnya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling menyentuh atau harus benar-benar terpisah. 2
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB 2. Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing dan  memancarkan bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.

2.8              Urutan Penggunaan AED
2.8.1    Persiapan Sebelum Prosedur Defibrilasi
1.    Persiapan Peralatan  2
- Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
- Jelly
- Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
- Oksigen
- Face mask
- Papan resusitasi
- Peralatan intubasi dan suction
Persiapan Pasien 2
a.  Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
c.  Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
d. Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah obstruksi jalan nafas
e.  Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan yang irreversible.
f.  Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak
g. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
h. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang.
2.8.2    Prosedur Defibrilasi
1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata
2.  Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke pasien
3.  Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
 9.  Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien
Pemilihan energi yang terlalu besar dalam tindakan defibrilasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem konduksi jantung (lebih berpeluang besar pada AV blok derajat 3) 2.
Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse). Gelombang yang halus biasnya kurang berespon dengan defibrilasi. Pemberian epinefrin dapat meningkatkan amplitudo fibrilasi dan membuat jantung lebih peka terhadap defibrilasi (DC Shock). Epinefrin diberikan IV sebaanyak 0,5 – 1 ml (1:1000). Kalsium klorida 10 ml IV mempunyai efek yang sama dengan epinefrin 4.
Bila setelah DC Shock 400 J diulangi dan fibrilasi ventrikel tetap ada, maka dapat diberikan lagi epinefrin IV yang dapat diulangi setiap 3 – 5 menit. RKP tetap dilakukan selama pemberian epinefrin. Respon jantung terhadap DC shock juga dapat ditingkatkan dengan pemberian lidokain bolus IV 75 mg. Pemberian lidokain ini dapat diulangi setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak boleh melebihi 200 – 300 mg. Bila dengan DC shock dan lidokain belum berhasil mengembalikan irama sinus, dapat diberikan propranolol 1 mg IV kemudian diikuti dengan DC shock berikutnya 4.
Pada fibrilasi ventrikel karena  intoksikasi digitalis, dapat diberikan fenitoin atau dilantin 100 mg diikuti DC shock. Fenitoin dapat diulangi pemberiannya dengan dosis maksimal 500 mg 4.
Biasanya pasien sudah memberi respon dengan 2 sampai 3 kali DC shock, tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih. Bila telah berhasil dikembalikan ke irama sinus dianjurkan diberikan lidokain per infus dengan dosis maksimal 4 mg/menit selama 48 – 72 jam, bahkan kalau perlu sampai seminggu, untuk mencegah serangan ulang fibrilasi ventrikel. Kemudian diteruskan dengan prokainamid atau quinidin yang diberikan paling kurang 12 jam sebelum lidokain dihentikan 4
Gambar 3. Alogaritma Defibrilasi

Gambar 4. Alogaritma Bantuan Hidup Dasar

2.8.3    Pasca Defibrilasi
Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi6
a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d. Monitor EKG
e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai
f. Kaji apakah ada kulit yang terbakar
g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)
Dokumentasi dan laporan setelah tindakan
1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi
4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

2.9       Komplikasi Defibrilasi
a. Henti jantung-nafas dan kematian 7
b. Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
c. Gagal nafas
d. Asistole
e. Luka bakar
f. Hipotensi

g. Disfungsi pace-maker

BAB III
KESIMPULAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada ventrikel fibrilasi (VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse). Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk gelombang bifasik di perangkat mereka.
Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB.
Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian, anoxia cerebral sampai dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar, hipotensi, disfungsi pace-maker







DAFTAR PUSTAKA


1.      Ashok K Kondur.  Defibrilation and cardioversion .[internet]  2012  Desember  Available from : http://emedicine.medscape.com/article/80564-overview, Cited on 27 Mei 2017
2.      Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung Lanjut Edisi 2011.  Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,  2011 : 24 – 31.
3.      Scheidt S . Basic Electrocardiography: Abnormalities of Electrocardiographic Patterns.Ciba :  Ciba Pharmaceutical Company, 1994 ;  Vol. 6/36 Page 32 .
4.      Goldman MJ . Principles of Clinical Electrocardiography, 12th ed. Los Altos, Cal : Lange Medical Publications, 1998, 460
5.      Rudolph W. KosterA Randomized Trial Com0paring Monophasic and Biophasic Waveform Shocks for external Cardioversion of Atrial Fibrillation .[internet]  2004 Available from : http://www.medscape.com/viewarticle/477538_4, Cited on 28 July 2013
6.      Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. Ischemically Induced Ventricular Fibrilasi (VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan Meningkat. Acad Pgl Med 2003; 10: 454.
7.      Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical cardioversion.[internet]  2013 Juni  Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview#a15, Cited on 28 July 2013

Komentar

Postingan Populer